Friday, 17 December 2010

Makna Basec

BASEC adalah kepanjangan dari Basic Excul Compilation, sebuah nama yang tercetus dalam pikiran saya saat rapat pertama mengenai program orientasi siswa. Meski awalnya tidak terlalu memikirkan arti mendalam dari nama tersebut, BASEC telah menjadi trademark program orientasi tahunan di sekolah kami selama dua tahun terakhir.

Filosofi BASEC sendiri terinspirasi dari kata "besek" dalam Bahasa Indonesia - wadah tradisional yang biasanya digunakan untuk membawa pulang makanan setelah menghadiri suatu acara. Analogi ini sangat relevan dengan tujuan orientasi BASEC: ketika program selesai, para peserta diharapkan membawa pulang value yang worth it dari pengalaman mereka.

Values yang Diharapkan:

  • Kemandirian
  • Kekompakan tim
  • Pengalaman unik dan memorable
  • Leadership skills dalam memimpin regu
  • Cerita dan kenangan yang akan selalu diingat

Sebagai penyelenggara, saya mengamati masih ada oknum-oknum yang menginginkan konsep orientasi yang otoriter. Hal ini perlu diminimalisir untuk menghindari terciptanya dendam yang turun-temurun. Ke depannya, program BASEC harus menemukan balance yang tepat antara pendekatan otoriter dan egaliter.

Personally, saya lebih prefer untuk mengarahkan orientasi dari yang sebelumnya berfokus pada "penggonjlokan" menjadi lebih constructive. Fokus utama seharusnya pada:

  • Penyampaian tujuan program secara clear
  • Pembentukan nilai-nilai positif
  • Menciptakan pengalaman yang meaningful

Kita perlu menghindari praktik-praktik seperti:

  • Kemarahan yang tidak beralasan
  • Membentak tanpa tujuan jelas
  • Senior yang hanya ingin melihat junior under pressure

Jika orientasi kita sudah berfokus pada nilai-nilai positif, kita tidak akan terjebak dalam metode yang monoton. Hasilnya akan tercipta suasana orientasi yang lebih dinamis dan konstruktif.

Saya selalu terinspirasi oleh pesan dari senior saya, Ari Satria dan Septian Nugraha: "Ngedidik junior ga pake marah-marah juga bisa kali." Jika mereka bisa melakukannya, mengapa kita tidak?

Selengkapnya...

Monday, 6 December 2010

Sebuah Pertemuan yang Menginspirasi

Sebuah Pertemuan yang Menginspirasi

Ketika gue lagi makan di tenda, ada anak muda yang datang menawarkan sandal-sandal kulit. Berhubung saat itu gue lagi makan, gue reflek bilang "aduh makasih mas" sambil kasih tangan (gesture kalau gue tidak tertarik).

Setelah gue selesai makan, gue baru ngeuh kalau orang itu masih di sana, lagi duduk di trotoar dan kelihatannya udah capek banget (saat itu sudah jam 10-11 malam).

Akhirnya gue bilang, "liat dong sandal-sandalnya.."

Dia langsung semangat keluarin sandal-sandalnya dari tas (semacam travel bag), kelihatan dari mukanya langsung berseri-seri lagi. Dia langsung semangat jelasin tentang barang dagangannya, kulit yang bagus, jahitan yang kuat, model yang bagus, dan sebagainya.

Waktu gue tanya harganya, sebelum gue tawar, dia langsung ngurangin harganya sendiri (mungkin dia takut gue ga jadi beli kalau harganya kemahalan). Gue bilang "ga usah dikurang-kurangin Mas, saya ga bakal nawar kok".

Berbagi Kebaikan

Akhirnya gue pilih sepasang sandal, dan berhubung saat itu dia terlihat lapar, gue juga pesenin makan buat dia. Gue sempat ngobrol-ngobrol sama dia. Dia bilang datang dari daerah Jawa Barat (lupa nama daerahnya), dan dia baru beberapa bulan tinggal di sana. Dia ga punya tempat tinggal tetap, sehari-hari dia tidur di Musholla atau Masjid, dan beberapa hari sekali dia pulang ke tempat juragan sandalnya untuk setoran uang dan barang.

Lucunya, dia punya HP dan gue sempat save nomornya. Gue bilang sama dia, kalau suatu hari gue butuh orang untuk kerja, mungkin gue akan telepon dia. Tapi sayang sampai detik ini gue belum bisa penuhin janji gue.

Pesan Moral

Sekedar tambahan aja nih... Kalau melihat pedagang-pedagang kecil seperti itu, yang kadang harus keliling dengan barang dagangannya, sebaiknya sisihkan sebagian rezeki kita untuk membeli barang dagangannya. Walaupun kadang kita tidak suka dengan barang dagangannya, kita selalu bisa memberikan barang yang kita beli kepada orang lain.

Yang paling utama, uang yang kita sisihkan untuk beli dagangannya bisa men-charge semangat dia untuk terus berusaha dan mencari rezeki dengan cara yang halal.

Renungan Kehidupan

Jika engkau terlalu sering makan di rumah makan mewah, sesekali makanlah di warung kecil pinggir terminal

Jika engkau terlalu sering naik taksi atau mobil mewah, sesekali nikmatilah berdesakan di dalam bus padat

Jika engkau terlalu sering berbelanja di mall atau supermarket megah, sesekali rasakan indahnya berbelanja dan menawar di pasar rakyat

Jika engkau terlalu sering tidur di atas kasur empuk dan mewah, sesekali nyenyaklah di pelataran masjid

Jika engkau terlalu sering berdiskusi dengan teman berbaju bagus, sesekali bercandalah dengan anak kecil dan bapak di pinggir jembatan

Tidak, bukan untuk membuktikan dirimu peduli Hanya sekedar untuk... melembutkan hati

Selengkapnya...

Fenomena JakBan

JakBan - bukan Jakarta-Bandung atau Jakarta-Jamban, melainkan JAKARTA BANJIR.

Jakarta, kota metropolitan yang kini dipimpin oleh seseorang yang mengklaim diri sebagai "ahlinya Jakarta" saat kampanye pemilihan Gubernur DKI tahun 2007. Fauzi Bowo, yang akrab dipanggil Bang Foke, berhasil memenangkan pemilu Gubernur DKI mengalahkan pasangan Adang Daradjatun dan Dani Anwar. Namun setelah 3 tahun menduduki posisi nomor 1 di DKI, masalah klasik Jakarta - terutama banjir - belum juga teratasi.

Realita Pembangunan Jakarta 

Alih-alih fokus mengatasi banjir, yang terjadi justru maraknya pembangunan apartemen high-class yang mengambil lahan hijau. Memang benar bahwa masalah banjir tidak bisa diselesaikan dalam waktu 1-2 bulan, tetapi dengan pembabatan lahan yang hanya menguntungkan kaum borjuis, bagaimana mungkin banjir bisa diatasi? Jangankan mengatasi, meminimalisir saja sulit dengan kondisi seperti ini.

Akar Masalah: Minimnya Resapan Air 

Berdasarkan data Pemprov DKI:

  • Total limpahan air hujan Jakarta: 2000 juta m³/tahun
  • Air yang masuk ke dalam tanah: 532 juta m³/tahun (26,6%)
  • Surface run-off (air limpasan): 1468 juta m³/tahun (73,4%)

Dengan kondisi seperti ini, tidak mengherankan jika Jakarta mengalami kekeringan di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan. Sebagian besar air hujan hanya "numpang lewat" di Jakarta karena minimnya resapan air.

Mengapa Resapan Air Jakarta Minim? 

Resapan air menjadi minim karena air tidak bisa menembus permukaan yang tidak berpori. Air lebih mudah menembus:

  • Tanah berbutir kasar
  • Pasir (sand) yang berpori-pori halus
  • Namun sulit menembus lanau (silt)
  • Apalagi lempung (clay)

Dengan kondisi seperti ini, mungkin yang terbaik adalah kita semua turut berusaha membantu Pemda untuk membangun Jakarta menjadi lebih baik, terlepas dari kritik terhadap kepemimpinan yang ada

Selengkapnya...